http://habibkudus.blogspot.com

http://habibkudus.blogspot.com

Rabu, 16 Agustus 2017

Apakah yang di baca ketika menyembelih hewan qurban

Apakah yang dibaca ketika menyebelih kurban? Apakah yang dibaca ketika menyebelih kurban? Jawaban: Bacaan ketika menyembelih hewan kurban adalah: اَلَّلهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu, shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, untu Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan dan aku adalah sebagian dari orang-orang muslim. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Imran bin Hushain dalam al-Mustadrak karya Imam al-Hakim dan hadits Jabir: صليت مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم عيد الأضحى، فلما انصرف، أتي بكبش، فذبحه، فقال: بسم الله ، والله أكبر، اللهم هذا عني، وعمن لم يضح من أمتي “Saya shalat bersama Rasulullah Saw pada ‘Idul Adha, ketika beliau selesai, lalu diberikan seekor kambing kepadanya, kemudian beliau menyembelihnya seraya mengucapkan: ‘Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ya Allah, ini dariku dan dari orang-orang yang tidak berkurban dari umatku”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi). Imam al-Hasan berkata: (Jika menyembelih hewan kurban untuk orang lain), maka orang yang menyebelih tersebut mengucapkan: بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ “Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini dari-Mu dan untuk-Mu, terimalah dari si fulan”.

Qurban untuk orang yang telah meninggal

Menyembelih Kurban Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia. Pertanyaan: Bolehkah menyembelihkan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia? Jawaban: الأضحية عن الغير: قال الشافعية: لا يضحى عن الغير بغير إذنه، ولا عن ميت إن لم يوص بها، لقوله تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} [النجم:39/53] فإن أوصى بها جاز، وبإيصائه تقع له. ويجب التصدق بجميعها على الفقراء، وليس لمضحيها ولا لغيره من الأغنياء الأكل منها، لتعذر إذن الميت في الأكل. وقال المالكية: وكره فعلها عن ميت إن لم يكن عينها قبل موته، فإن عينها بغير النذر، ندب للوارث إنفاذها. وقال الحنفية والحنابلة: تذبح الأضحية عن ميت، ويفعل بها كعن حي من التصدق والأكل، والأجر للميت، لكن يحرم عند الحنفية الأكل من الأضحية التي ضحى بها عن الميت بأمره. Berkurban untuk orang lain. Menurut mazhab Syafi’i: tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya. Tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika orang yang telah meninggal itu tidak meninggalkan wasiat untuk itu. Berdasarkan ayat: (Qs. An-n-Najm: 53). Jika orang yang meninggal itu meninggalkan wasiat sebelum meninggal, maka boleh menyembelihkan kurban untuknya, dengan wasiatnya itu maka pahala kurban tersebut menjadi miliknya dan seluruh daging kurban tersebut mesti diserahkan kepada fakir miskin. Orang yang menyembelihnya dan orang yang mampu tidak boleh memakannya karena orang yang telah meninggal tersebut tidak memberi izin untuk itu. Menurut Mazhab Maliki: makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak menyebutkannya sebelum ia meninggal dunia, jika ia menyatakannya dan bukan nazar, maka dianjurkan bagi ahli waris untuk melaksanakannya. Mazhab Hanafi dan Hanbali: (boleh) menyembelih kurban untuk orang yang telah meninggal dunia, sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup, dagingnya disedekahkan dan boleh dimakan (oleh orang yang melaksanakan kurban), sedangkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia. Akan tetapi menurut mazhab Hanafi haram hukumnya bagi orang yang melaksanakan kurban tersebut memakan daging kurban yang ia laksanakan untuk orang yang telah meninggal berdasarkan perintah dari orang yang telah meninggal. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili, juz. 4, hal. 283).

Kamis, 22 Juni 2017

Rahmat dan Kasih Sayang

Rahmat Dan Kasih Sayang (Tanbihul Ghafilin) Leave a reply  JILID 2 Bab Rahmat Dan Kasih Sayang (Tanbihul Ghafilin) Al-Imam Abu Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Sayyidina Ibn Abbas Radiyallahu’anhuma berkata : bahawasanya Wahsyi yang membunuh Sayyidina Hamzah Radiyallahu’anhu, paman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menulis surat kepada Baginda Shallahu ‘Alahi wa Sallam dari Mekkah : Sesungguhnya saya ingin masuk Islam, tetapi terhalang oleh satu ayat : yaitu Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : Dan mereka yang tidak mempersekutukan Allah dengan Tuhan yang lain, dan tidak membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah kecuali dengan hak, dan tidak berzina, dan barangsiapa yang berbuat yang demikian itu , maka ia menanggung dosa. (Al-Furqan : 68) Maka turunlah ayat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan beramal soleh, maka untuk mereka Allah akan menggantikan dosa-dosa mereka dengan hasanat. (Al-Furqan : 70) Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim ayat ini kepada Wahsyi. lalu dijawab oleh Wahsyi : Bahawa di dalam ayat ini ada syarat iaitu harus beramal soleh, sedang saya belum tahu apakah dapat melakukan amal soleh atau tidak. Maka turunlah ayat : Sesungguhnya Allah tidak mengampuni pada siapa yang mempersekutukan-Nya, dan mengampuni semua dosa selain dari yang demikian itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa’ :48) Ayat ini dikirm kepada Wahsyi . Jawab Wahsyi : Di dalam ayat ini juga ada syarat, dan saya tidak mengetahui apakah Allah hendak mengampuni saya atau tidak. Maka turunlah ayat : Katakanlah : Hai hamba-Ku yang telah mensia-siakan atas diri mereka, janganlah kamu berputus harap dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (Az-Zumar : 53) Maka dikirim oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Wahsyi. Kerana Wahsyi berasa bahawa dalam ayat ini tidak ada syarat, maka dia pergi ke Madinah untuk memeluk Islam. Sumber: http://aisismail14.blogspot.com/2014/11/jilid-2-bab-rahmat-dan-kasih-sayang.html Advertisements

Hak Hak Anak

HAK-HAK ANAK (Tanbihul Ghafilin) Leave a reply                          Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya daripada Abu Hurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Hak anak yang harus dilaksanakan oleh orang tua ada tiga iaitu: Memilihkan nama yang baik ketika lahir Mengajari kitab Allah s.w.t. (Memberi didikan agama) Harus dikahwinkan jika telah dewasa (jangan sampai tergoda sehingga berlacur)                   Seorang datang kepada Umar r.a. berkata: “Puteraku ini durhaka kepadaku.” Maka datang Umar r.a. berkata kepada anak lelaki itu: “Apakah kau tidak takut kepada Allah s.w.t? Engkau telah berbuat durhaka terhadap ayahmu, engkau tahu kewajipan anak untuk orang tuanya ……(begini dan begitu). Lalu anak itu bertanya: “Ya Amirul mu’minin, apakah anak itu tidak berhak terhadap ayahnya?” Jawab Umar: “Ada hak yakni harus memilihkan ibu yang bangsawan, jangan sampai tercela kerana ibunya, harus memberi nama yang baik, harus mengajari kitab Allah s.w.t.” Maka berkata anak itu: “Demi Allah, dia tidak memilihkan untukku ibuku, dia membeli budak wanita dengan harga 400 dirham dan itu ibuku, dia tidak memberi nama yang baik untukku, saya dinamai kelawar jantan dan saya tidak diajari kitab Allah s.w.t. walau satu ayat.” Maka Umar r.a. menoleh kepada ayahnya dan berkata: “Engkau telah durhaka kepada anakmu sebelum ia durhaka kepadamu. Pergilah engkau dari sini.”                     Abul Laits berkata: “Saya telah mendengar ayahku bercerita dari Abu Hafsh Alyaskandi seorang ulama di Samarqand ketika didatangi oleh seorang yang mengeluh kerana dipukul oleh anaknya hingga sakit. Abu Hafsh berkata: Subhanallah, apakah ada anak yang memukul ayahnya?” Jawab lelaki itu: “Benar, saya dipukul hingga sakit.” lalu ditanya: “Aoakah kau tidak mendidik anakmu dengan adap dan sopan?” Jawab lelaki itu: “Tidak.” “Apakah sudah diajari al-quran?” ditanya lagi. Jawab lelaki itu: “Tidak.” “Lalu apakah pekerjaan anak mu itu?” “Anak ku itu bertani.” Jawab lelaki itu. Abi Hafsh berkata: “Engkau tahu mengapakah dia memukul engkau?” Jawabnya: “Tidak.” Abu Hafsh berkata: “Mungkin ketika ia sedang diatas himar menuju kesawah ladang menyanyi dan bersiul sedang dikanan kirinya kerbau dan lembu dan dibelakangnya anjing, tiba-tiba engkau menegur padanya, kerana ia mengira engkau itu lembu sedang mengganggu maka ia memukul engkau, sungguh beruntung dan ucapkan Alhamdulillah kerana ia tidak memukul kepalamu.”                         Tsabit Albunani berkata: “Ada seorang memukul ayahnya disuatu tempat  dan ketika anak itu ditegur orang-orang: Mengapakah sedemikian? Jawabnya: “Biarlah ia kerana saya dahulu telah memukul ayahku ditempat ini, maka kini aku dibalas anakku memukul aku ditempat ini, semoga ini menjadi tebusan itu dan ia tidak dapat disalahkan.”                         Ahli Hikmah berkata: “Siapa durhaka terhadap kedua ibu bapanya, maka tidak terasa kesenangan dari anaknya. Dan siapa tidak musyuarat dalam urusan-urusannya tidak tercapai hajatnya dan siapa yang tidak mengalah kepada keluarganya (isterinya) maka akan hilang kesenangan hidupnya.                         Asysya’bi meriwayatkan dari Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:”Allah akan merahmati kepada ayah yang membantu anaknya untuk berbakti taat kepadanya, yakni tidak menyuruh sesuatu yang dikhuatiri anak itu tidak dapat melaksanakannya.”                         Alfudhail bin Iyadh berkata: “Orang yang sempurna kemanusiaannya iaitu yang taat kepada kedua ayah ibunya, dan menghubungi kerabatnya dan hormat pada kawan-kawannya dan baik budinya kepada keluarga dan anak-anaknya serta pelayan-pelayannya dan menjaga agamanya dan memperbaiki harta kekayaannya dan menyedekahkan kelebihan hartanya dan memelihara lidahnya dan tetap tinggal dirumahnya (yakni tekun dalam ibadat kepada Tuhannya) dan amal pekerjaannya dan tidak berkumpul dengan orang-orang yang suka membicarakan hal orang lain.” Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:”Empat macam sebagai syarat kebahagiaan seseorang iaitu jika isterinya sholihah, anak-anaknya taat, kawan-kawannya orang-orang yang soleh dan penghasilan rezekinya didalam negerinya.”                         Yazid Arraqqasyi meriwayatkan dari Anas r.a. berkata: “Tujuh macam yang dapat diterima pahala sampai sesudah matinya iaitu: Siapa yang membangunkan masjid maka tetap mendapat pahalanya selama ada orang sembahyang didalamnya. Siapa yang mengalirkan air sungai, selama ada yang minum daripadanya. Siapa yang menulis mushaf, ia mendapat pahala selama ada orang yang membacanya. Orang yang menggali perigi, selama masih ada orang mempergunakan airnya. Siapa yang menanam tanaman, selama dimakan oleh orang atau burung. Siapa yang mengajar ilmu yang berguna, selama dikerjakan oleh orang yang mempelajarinya. Orang yang meninggalkan anak yang soleh yang mendoakan dan membaca istighfar baginya, yakni jika mendapat anak laludiajari ilmu dan al-quran, maka ayahnya akan mendapat pahalanya selama anak itu melakukan ajaran-ajarannya tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri, sebaliknya jika dibiasakan berbuat maksiat, fasik maka ia mendapat dosanya tanpa mengurangi dosa orang yang berbuat sendiri. Sebagaimana riwayat Abuhurairah r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:”Jika telah mati anak Adam maka terhenti amalnya kecuali tiga macam iaitu: Sedekah yang berjalan terus, ilmu yang berguna dan diamalkan, anak yang soleh yang mendoakan baik baginya.